Tafsir (Qs. al-Baqarah [2]:183)
Artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (QS. al-Baqarah[2] :183)
Makna Kata-Kata (QS. al-Baqarah[2] :183)
Pada ayat 183 ini Allah mewajibkan puasa kepada semua manusia yang beriman, sebagaimana diwajibkan kepada umat-umat sebelum mereka agar mereka menjadi orang yang bertakwa dan puasa ini sungguh penting bagi kehidupan orang yang beriman.
Dan dalam ayat tersebut, juga menjelaskan bahwa diwajibkan atas untuk puasa guna mendidik jiwa dan mengendalikan syahwat. Hal itu, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu dari umat para Nabi terdahulu supaya kamu bertakwa dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah.
Perintah berpuasa diturunkan pada bulan Sya'ban tahun kedua Hijriah, ketika Nabi Muhammad saw mulai membangun pemerintahan yang berwibawa dan mengatur masyarakat baru, maka dapat dirasakan, bahwa puasa itu sangat penting artinya dalam membentuk manusia yang dapat menerima dan melaksanakan tugas-tugas besar dan suci.
Surat Al-Baqarah ayat 183 dimulai dengan panggilan keimanan oleh Allah, yakni dalam kalimat: “Wahai orang-orang yang beriman....”. Di dalam Tafsir Al-Misbah, Prof. Quraish Shihab menyampaikan bahwa ayat-ayat puasa dimulai dengan ajakan kepada setiap orang yang memiliki iman walau seberat apa pun. Ia dimulai dengan satu pengantar yang mengundang setiap mukmin untuk sadar akan perlunya melaksanakan ajakan itu. Ia dimulai dengan panggilan, Wahai orang-orang yang beriman.
Kemudian, dilanjutkan dengan menjelaskan kewajiban puasa tanpa menunjuk siapa yang mewajibkannya, Diwajibkan atas kamu. Redaksi ini tidak menunjuk siapa pelaku yang mewajibkan. Agaknya untuk mengisyaratkan bahwa apa yang akan diwajibkan ini sedemikian penting dan bermanfaat bagi setiap orang bahkan kelompok sehingga seandainya bukan Allah yang mewajibkannya, niscaya manusia sendiri yang akan mewajibkannya atas dirinya sendiri. Yang diwajibkan adalah ash- shiyam, yakni menahan diri.
Potongan ayat “...diwajibkan atas kamu berpuasa” berisi panggilan beridah tentang perintah untuk melaksanakan puasa. Apabila Allah telah memerintahkan suatu perbuatan, maka perbuatan itu mesti dilaksanakan. Pelaksanaan perintah Allah oleh seorang hamba, itulah bentuk pengabdiannya kepada Allah. Dan memang untuk itulah tujuan penciptaan manusia.
Jadi jelaslah bahwa pelaksanaan perintah Allah merupakan bentuk pengabdian seorang hamba kepada Allah. Yang dalam konteks Qs. Al- baqarah 183, yang diwajibkan adalah ash-shiyam, yakni ibadah puasa. Puasa yang merupakan ibadah yang paling mendalam bekasnya pada jiwa seorang Muslim. Pengalaman selama satu bulan penuh dengan berbagai kegiatan yang mengiringinya seperti berbuka, makan sahur, shalat tarawih, tadarus Al-Qur’an, dan kegiatan lainnya akan memberikan kenangan yang mendalam bagi siapapun yang menjalankannya dengan sepenuh hati.
Bila ditinjau dengan seksama, surat Al-Baqarah ayat 183, juga menyinggung aspek sejarah. Seperti dalam kalimat “...... sebagaimana diwajibkan atas orangorang terdahulu...”. Mengisyaratkan bahwa secara tidak langsung menyinggung aspek sejarah. Aspek sejarah yang disinggung dalam ayat ini adalah tentang orang-orang terdahulu yang juga melaksanakan puasa. Dengan kata lain, kita diingatkan bahwa puasa bukan hanya perbuatan yang dilakukan oleh ummat Nabi Muhammad, melainkan juga umatumat terdahulu.
Di dalam Al-Qur’an peristiwa-peristiwa historis memang banyak dibincangkan. Sejarah sebenarnya tidak bisa dipisahkan dari proses pewarisan nilai dan kesadaran sejarah. Karena pada fokus itulah esensi sejarah yang sarat menyajikanpesan kemanusiaan pada masa silam yang berguna bagi kehidupan kini maupun dimasa mendatang dapat secara transparan menemukan bukan saja eksistensinya melainkan juga relevansinya untuk kehidupan manusia. Dengan begitu sejarah yangingin mengemban misi mentransformasikan nilai-nilai yang terus berkontinuitas dapat menemukan jati dirinya.
Selanjutnya dalam kalimat " Agar kalian bertakwa”. Hal dijelaskan oleh Imam Assa’di dalam tafsirnya bahwa ibadah puasa adalah sebab terbesar munculnya ketaqwaan dalam diri seorang hamba karena didalamnya ada pelaksanakaan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan menjauhi larangan-Nya.
Diantara hal-hal yang mengandung makna ketaqwaan adalah: bahwasanya orang yang berpuasa tentunya dia akan meninggalkan sesuatu yang diharamkan baginya dari makan, minum dan berhubungan intim yang semua hal tersebut tentunya sangat sesuai denga keinginan nafsu tetapi dia tinggalkan semata-mata untuk beribadah kepada Allah dan dia meyakini bahwa hal tersebut dapat membatalkan puasanya. orang yang berpuasa juga akan melatih dirinya dalam masalah muroqobah (merasa diri diawasi oleh Allah) sehingga dia meninggalkan segala hal yang diinginkan nafsunya padahal dia mampu untuk melakukannya karena dia tahu bahwa Allah selalu mengawasinya.
ibadah puasa juga menyempitkan keleluasaan pergerakan setan didalam tubuh, sebagaimana kita ketahui dari hadits shohih bahwa sedar bergerak dalam tubuh mansia pada peredaran darah. Maka dengan melaksanakan ibadah puasa peredaran darah menjadi sedikit lemah sehingga melemahkan pergerakan setan yang dengannya dapat meminimalisir perbutan maksiat. orang yang berpuasa pada umumnya akan memperbanyak berbuat ketaatan, dan ketaatan adalah sifat orang yang bertaqwa. orang kaya jikamelaksanakan ibadah puasa maka dia akan merasakan perihnya lapar. Dengan demikian dia akan semakin peduli kepada orang faqir yang terbiasa merasakan perihnya lapar. Dan ini juga termasuk karakter orang yang bertaqwa.
Asbab al-Nuzul (QS. al-Baqarah [2]:183)
Sebab-sebab turun (asbabun nuzul) ayat tentang perintah puasa Ramadhan atau tentang kewajiban puasa Ramadhan tersebut, diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘Anhu, berkata, “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam Ketika sampai di Madinah (hijrah) beliau berpuasa di hari Asysyura dan berpuasa tiga hari setiap bulannya”.
Waktu itu umat Islam pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melaksanakan puasa wajib tiga hari setiap bulannya. Setelah hijrah ke Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Lalu beliau bertanya tentang sebab musababnya mereka berpuasa pada hari tersebut. Orang-orang Yahudi itu menyatakan bahwa pada hari tersebut Allah telah menyelamatkan Nabi Musa Alaihis Salam dan kaumnya dari serangan Fir’aun. Oleh karena itu Nabi Musa Alaihis Salam melaksanakan shaum pada tanggal 10 Muharram sebagai tanda syukur kepada Allah.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengulas keterangan mereka itu dengan menyatakan, “Sesungguhnya kami (umat Islam) adalah lebih berhak atas Nabi Musa dibanding kalian”. Lalu beliau melaksanakan puasa pada tanggal 10 Muharram dan memerintahkan seluruh umat Islam supaya berpuasa pada tanggal tersebut.
Beberapa waktu kemudian, pada bulan Sya’ban tahun ke-2 Hijriyah, Allah mewajibkan puasa Ramadhan dengan menurunkan ayat 183 dari surat Al-Baqarah.
Sejarah mencatat, periode Makkah adalah periode wahyu diturunkan dalam rangka penanaman Aqidah serta pemurnian tauhid kepada Allah daripada noda-noda jahiliyah yang mengotori hati, pemikiran dan tingkah laku masyarakat kala itu. Sedangkan pasca hijrah atau disebut sebagai Fase Madinah, kaum Muslimin telah menjadi kaum yang satu yang memiliki struktur masyarakat yang jelas (masyarakat al-jama’ah), dan dikuatkan dengan pondasi Piagam Madinah. Karena itu pada fase ini disyariatkanlah kepadanya beberapa kewajiban, digariskan beberapa ketentuan dan dijelaskan beberapa hukum termasuk di dalamnya Jihad dan puasa Ramadhan pada tahun kedua Hijriah.
Setelah itu, maka puasa pada tanggal 10 Muharram dan puasa tiga hari setiap bulannya berubah status menjadi puasa tambahan yang dianjurkan atau sunah. Sedangkan puasa Ramadhan sebulan penuh menjadi wajib.
0 comments:
Posting Komentar