Kronologis Kasus Wamena
Pada tanggal 4 April 2003 pukul 01.00 WP, di Kota Jayawijaya terjadi peristiwa kejahatan kemanusiaan ”Wamena Berdarah”. Pada saat itu masyarakat Papua sedang mengadakan Hari Raya Paskah, namun masyarakat setempat dikagetkan dengan sekelompok massa tidak dikenal yang membobol Gudang senjata Markas Kodim 1702/Wamena. Penyerangan ini menewaskan 2 anggota Kodim yaitu Lettu TNI AD Napitupulu dan Prajurit Ruben Kana seorang penjaga gudang senjata dan 1 orang luka berat. Kelompok penyerang ini diduga membawa lari sejumlah pujuk senjata dan amunisi. Dalam rangka pengejaran pada pelaku, aparat setempat seperti TNI dan POLRI telah melakukan penyisiran, penangkapan, penyiksaan, perampasan secara paksa yang menimbulkan korban jiwa dan pengungsian penduduk secara paksa. Apparat TNI dan Polri melakukan penyisiran di 25 kampung, yaitu : Desa Wamena Kota, Desa Sinakma, Bilume-Assologaima, Woma, Kampung Honai lama, Napua, Walaik, Moragame-Pyamid, Ibele, Ilekma, Kwiyawage -Tiom, Hilume desa Okilik, Kikumo, Walesi Kecamatan Assologaima dan beberapa kampung di sebelah Kwiyawage yaitu: Luarem, Wupaga, Nenggeyagin, Gegeya, Mume dan Timine.
Pada Juli 2004, Komnas HAM mengeluarkan laporan penyelidikan Projustica atas dugaan adanya kejahatan terhadap kemanusiaan untuk kasus Wamena ini. Kasus tersebut dilaporkan setelah terbunuhnya 9 orang, 38 orang luka berat. Selain itu, terjadi juga pemindahan secara paksa terhadap penduduk 25 kampung, pada pemindahan paksa ini ada 42 orang yang meninggal dunia karena kelaparan, serta 15 orang korban perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang. Komnas HAM juga menemukan pemaksaan penandatanganan surat pernyataan, serta perusakan fasilitas umum (Gereja, Polikinik, Gedung Sekolah) yang mengakibatkan pengungsian penduduk secara paksa.
Kasus hukum atas kasus tersebut hingga saat ini masih berhenti. Terjadi Tarik ulur antar Komnas HAM dan Kejaksaan Agung RI dengan berbagai macam alasan formalis ataupun normatik. Tidak mempertimbangkan betapa kesal dan geramnya para korban, menonton sandiwara peradilan di Indonesia dalam kondisi mereka yang semakin terpuruk. Sampai saat ini mereka masih mengharapkan keadilan yang tak kunjung dating. Sementara para tersangka terus menikmati hidupnya, mendapat kehormatan sebagai pahlawan, menerima kenaikan jabatan dan promosi jabatan tanpa tersentuh hokum sedikitpun
0 comments:
Posting Komentar