SUBJEK HUKUM DAN OBJEK HUKUM
1. Subjek Hukum
Diketahui bahwa hukum tersebut adalah merupakan suatu kaedah yang berisikan perintah dan larangan-larangan yang ditujukan pada anggota masyarakat. Hukum mengatur hubungan antara anggota masyarakat tersebut, yaitu antara manusia yang satu dengan manusia yang lain, antara kelompok manusia dengan manusia lain dan antara kelompok manusia lain dengan kelompok manusia lainnya, atau dengan kata lain antara subjek hukum. Setiap manusia apakah dia sebagai warga negara atau warga negara asing, apakah dia laki-laki atau perempuan dan dengan tidak memperdulikan agama dan kebudayaannya, seseorang tersebut dapat menjadi subjek hukum.
Yang dikatakan dengan subjek hukum adalah pembawa hak atau pendukung hak yaitu manusia dan badan hukum. Yang dimaksud dengan pembawa hak adalah sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban. Sebagai subjek hukum, manusia dan badan hukum mempunyai kewenangan untuk melaksanakan dan menjalankan kewajiban dan menerima haknya. Manusia sebagai subjek hukum atau sebagai pembawa hak, berlaku dari saat ia dilahirkan sampai ia meningal dunia. Tetapi apabila kepentingan hukum menghendaki, maka pada saat ia masih dalam kandunganpun ia dapat diangap sebagai pembawa hak. Hal tersebut diatur dalam
KUH.Perdata, yaitu dalam pasal 2 ayat (1) yang mengatakan: Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya (R,Subekti. 1983:25).
Manusia sebagai pembawa hak berbeda dengan badan hukum sebagai pembawa hak. Perbedaa tersebut antara lain dikarenakan adanya beberapa hak tertentu yang timbul dari hukum tentang orang dan hukum keluarga yang melekat pada manusia hanya dapat dimiliki oleh subjek hukum orang saja dan tidak dapat dimiliki oleh badan hukum. Disamping itu tidak kepada setiap orang diberikan kewenangan hukum penuh. Hal ini merupakan pengecualian insidentil, antara lain hak untuk memilih dalam pemilihan umum, hak untuk melangsungkan perkawinan, hak untuk bekerja.
Batas umur tertentu ini oleh undang-undang diatur antara lain, ketentuan tentang batas umur seseorang yang dikatakan telah dewasa, misalnya untuk bekerja adalah usia 18 tahun, untuk seseorang tersebut dapat melangsungkan perkawinan adalah umur 19 tahun untuk anak laki-laki dan 16 tahun untuk wanita/perempuan, sedangkan batas umur untuk menjadi saksi dalam suatu persidangan adalah umur 15 tahun dan seseorang tersebut dapat ikut memilih dalam pemilihan umum adalah seseorang yang telah berumur 17 tahun.
Hak dan kewajiban terjadi dalam saat bersama dan itu diberikan oleh hukum. Hak dan kewajiban mempunyai kedudukan yang seimbang. Dalam bahasa Inggris hak dirumuskan dengan istilah “Right”. Istilah “right” digunakan untuk menyebutkan hak, kewenangan dan benar. Dengan demikian ada kesan bahwa seolah-olah hak itu lebih mendapat tempat di mata hukum. Artinya ‘hak’ lebih diprioritaskan oleh hukum daripada kewajiban, atau kebenaran lebih mendapat tempat dimata hukum dari pada kesalahan. Pada hal hak dan kewajiban atau kebenaran dan kesalahan harus diungkap secara bersama-sama dalam hukum.
Begitu juga perintah dan larangan harus dirumuskan dalam norma hukum. Hak dan kewajiban lahir karena adanya hubungan hukum. Setiap hubungan hukum mempunyai dua aspek yaitu kekuasaan (bevoegdheid = kewenangan) di satu pihak dan kewajiban (plicht) di pihak lain. Kekuasaan yang oleh hukum diberikan kepada orang lain atau badan hukum disebut sebagai hak. Jadi hukum sebagai himpunan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan sosial, memberi kepada subjek hukum hak agar berbuat atau menuntut sesuatu, dan setiap peraturan hukum tersebut menimbulkan kewajiban-kewajiban. (Ok.Chairuddin,1991:74).
2. Objek Hukum
Yang dimakud dengan objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum (manusia dan badan hukum), dan yang dapat menjadi pokok (objek) sesuatu hubungan hukum, karena sesuatu dapat dikuasai oleh subjek hukum. Dalam hal ini dapat diambil contoh misalnya, dalam hubungan pinjam meminjam buku, yang mempunyai buku tesebut mempunyai hak (kekuasaan) menuntut kembali buku tersebut. Objek hukum dalam suatu hubungan menurut hukum pidana adalah hukuman (pidana,straf) yang dapat dijatuhkan kepada pelanggar hukum.
Objek biasa juga disebut dengan benda (zaak). Muchsin (2006:26-27), membedakan benda atas beberapa macam, yaitu:
a) Benda yang dapat diganti (uang) dan benda yang tidak dapat diganti (seekor kuda).
b) Benda yang dapat diperdagangkan dan benda yang tidak dapat diperdagangkan (jalan atau lapangan umum)
c) Benda yang bergerak (perabot rumah) dan benda yang tidak bergerak (tanah).
d) Benda berwujud (lichamelijke zaken = tanah), dan benda yang tidak berwujud (onlichamelijke zaken = Segala hak).
Dari perbedaan di atas yang dianggap paling penting adalah pembedaan benda bergerak dan benda tidak bergerak, sebab pembagian ini mempunyai akibat yang sangat penting dalam hukum. Yang termasuk dalam katagori benda bergerak dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a) Benda yang dapat bergerak sendiri, contoh hewan.
b) Benda yang dapat dipindahkan, contoh meja,kursi dll.
c) Benda bergerak karena penetapan undang-undang, contoh hak pakai, sero, bunga yang dijanjikan.
Sedangkan yang termasuk katagori benda yang tidak bergerakpun dapat dibedakan menjadi tiga bahagian pula, yaitu:
a) Benda yang tidak bergerak karena sifatnya, contoh tanah, rumah.
b) Benda tidak bergerak karena tujuannya, contoh gambar, kaca, alat percetakan yang ditempatkan digudang.
c) Benda tidak bergerak karena penetapan undang-undang, contohnya, hak pakai, hak numpang, hak usaha.
0 comments:
Posting Komentar