Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970, Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai dekapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratma Sari Dewi, Wanita turunan Jepang Bernama asli Naoko Nemoto yang mempunyai anak Kartika.
Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hisup bersama orang tuanya di Blitar. Kemiskinan dalam kehidupan Soekarno melahirkan buah-buah pemikiran bijaksana yang berjalan sesuai dengan normanorma masyarakat. Proses pendidikan Soekarno yang beriringan dengan tekanan kehidupannya membuat Soekarno berbeda dari peserta didik lainnya. Soekarno merupakan murid yang cerdas dan pandai dalam pendidikan. Kapasitas intelektual tersebut semakin hari semakin meningkat ketajamannya. kemudian pendidikannya dilanjutkan ke Hogere Burger School (HBS) Surabaya, sebenarnya sekolah ini adalah sekolah yang sangat sulit dimasuki oleh para pribumi, namun karena Soekarno mampu membayar mahal, maka Soekarno pun masuk sekolah ini dan kemudian di sekolah ini Soekarno mengenal teori marxisme dari seorang gurunya, yaitu C. Hartough yang menganut paham sosial demokrat. Ayah Soekarno mempercayakan kepada H.O.S cokroaminoto untuk menjaga Soekarno.
Faktor lingkungan juga mempengaruhi pola pikir Soekarno, sebab selama belajar di Surabaya, Soekarno tinggal di rumah H.O.S. Tjokroaminoto, dan tempat baru inilah Soekarno mendapat kasih sayang baru dari ketua organisasi Sarekat Islam, dan mendapat pengalaman-pengalaman yang tidak dimiliki siswa pada umumnya. Tamu-tamu penting dirumah H.O.S Cokroaminoto sering dijumpai Soekarno,maka tak heran sekali pendidikan politik Soekarno lebih dulu dibandingkn yng lainnya. Soekarno mengakui banyak yang ditiru dari ketua sarikat islam.
Proses pendidikan Soekarno yang beriringan dengan tekanan kehidupannya membuat Soekarno berbeda dari peserta didik lainnya. Soekarno merupakan murid yang cerdas dan pandai dalam pendidikan. Kapasitas intelektual tersebut semakin hari semakin meningkat ketajamannya. Irasional Soekarno dibumbui kehidupan supranatural yang lambat laun menghilang ketika muncul kemahiran dalam berpidato, kepribadian yang secara mendasar terbentuk karena lapisan masyarakat budaya.Setelah mengalami perkembangan yang sangat cepat, Soekarno kemudian pindah sekolah ke Europeese Lagere School (ELS) di Mojokerto dan turun ke kelas lima. Disamping belajar di sekolah itu, Soekarno juga mengambil “les” pelajaran bahasa Perancis di brynette de la Roche Brune. Setelah lulus di ELS Mojokerto, kemudian pendidikannya dilanjutkan ke Hogere Burger School (HBS) Surabaya, sebenarnya sekolah ini adalah sekolah yang sangat sulit dimasuki oleh para pribumi, namun karena Soekarno mampu membayar mahal, maka Soekarno pun masuk sekolah ini dan kemudian di sekolah ini Soekarno mengenal teori marxisme dari seorang gurunya, yaitu C. Hartough yang menganut paham sosial demokrat. Ayah Soekarno mempercayakan kepada H.O.S cokroaminoto untuk menjaga Soekarno.
Dalam usia kanak-kanak, Soekarno tinggal dan diasuh oleh kakeknya. Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur, Kakeknya adalah seorang pedagang batik, yang secara tidak langsung membantu penghidupan dari kedua orang tua Soekarno yang pada waktu itu tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk menghidupi dirinya dan kakaknya. Kecintaan Soekarno terhadap wayang kulit, mulai tumbuh selama tinggal bersama kakeknya. Ia sering kali menonton wayang kulit sampai larut malam. Kesenangannya menonton wang kulit membuatnya terkesan dengan tokoh Bima dibandingkan dengan tokoh lain.
0 comments:
Posting Komentar