Pertumbuhan lembaga sosial dan lembaga politik
Islam berkaitan erat dengan negara di Asia Tenggara, bahkan lslam dapat di katakan sebagai kekuatan sosial-politik yang patut di perhitungkan di Asia Tenggara. Islam merupakan agama Federasi Malaysia, agama resmi kerajaan Brunei Darussalam, agama yang dianut oleh sekitar 90% dari seluruh penduduk lndonesia, kepercayaan yang di peluk oleh sekelompok kaum minoritas di Burma, Republik Filipina, Kerajaan Muangthai, Kampuchea, dan Republik Singapura. Dengan kenyataan ini, Asia Tenggara merupakan satu-satunya wilayah lslam yang terbentang dari Afrika Barat Daya hingga Asia Selatan, yang mempunyai penduduk Muslim terbesar.
Bagaimanapun juga Asia Tenggara tidak monolitik. Gambaran kompleksitas suku di wilayah ini, sangatlah menakjubkan. Meski lslam telah menghomogenkan dan menyatukan segmen-segmen penduduk Asia Tenggara yang besar. Namun tidak seluruhnya lepas dari pola keseragaman beragama secara lahiriah dan kesamaan identitas yang dapat diamati. Muslim Asia Tenggara dalam beberpa hal tetap berbeda satu sama lain, baik itu bahasa, suku, dan lebih penting lagi, nasionalitas.Di satu sisi, kaum Muslim Asia Tenggara merasa diayomi oleh lslam yang bisa melebihi batas-batas negara dan aliansi. Di sisi lain, mereka juga diharap mentaati peraturan kenegaraan dan kewarganegaraan yang sering menimbulkan pertentangan dengan loyalitas primordial dan keagamaan mereka.
Sehingga lslamisasi masyarakat Asia Tenggara berpengaruh kedalam kekuasaan yang tak pelak lagi mengakibatkan transformasi budaya dan politik dengan tingkat pengaruh yang berbeda-beda. Budaya politik Hindhu-Budha yang merupakan tradisi politik wilayah kepulauan telah digantikan dengan ide-ide dan lembaga-lembaga yang diilhami oleh Qur’an dan sumber-sumber sah lslam lainnya. Konsep lslam tentang pemimpin menggantikan konsep Hindu tentang devaraja. Sebutan kehormatan dan gelar yang bernafaskan lslam mulai digunakan. Hukum lslam segera dilaksanakan setelah lslam menjadi agama resmi, meskipun tetap selektif.
Undang-undang Malaka ( di kompilasi tahun 1450) dengan jelas berisi hukum lslam yang menetapkan bahwa pemerintahan Malaka harus dijalankan dengan hukum Qur’ani. Prasasti Trenggana, tahun 1303, juga secara jelas menunjukkan pelaksanaan hukum lslam di kerajaan tersebut. Di wilayah Pattani hukum lslam di terapkan terus hingga akhir abad ke-19. Di dalam undang-undang Pahang terdapat sekitar 42 pasal diluar keseluruhan pasal yang berjumlah 68 yang hampir identik dengan hukum mazhab Syafi’i.
Pengaruh politik lslam di wilayah semakin kuat, posisi ekonomi yang terhormat pun berhasil dikuasai. Pelayaran internasional di monopoli oleh mereka. Sebagian besar pelabuhan berada dalam pengaruh mereka. Tidak bisa dibantah mereka adalah orangorang kaya terpelajar. Jadi tidak heran jika pemerintahan Portugis dan Belanda mulai tergoda untuk menjalin hubungan dagang dengan penguasa perdagangan di Wilayah Asia Tenggara. Namun lambat laun merekapun berkeinginan menguasai wilayah ini. Melalui permainan politik dan hegemoni merekapun berhasil menguasai lndia Timur dan Malaya pada abad ke-16 sampai abad ke-19.
Penguasaan kolonial secara bertahap telah mengikis peran para penduduk lslam dibidang politik dan ekonomi. Pengenalan pada administrasi modern dan sistem hukum kolonial yang dalam beberapa hal bertujuan untuk melindungi kepentingan kaum kolonial, telah merugikan pihak pribumi. Sekularisasi di bidang administrasi yang memisahkan agama dan bahkan kebudayaan dari politik telah merusak tatanan politik tradisional yang sama sekali tidak mengenal pemisahan demikian.
Tidak mengherankan jika para pemimpin nasional di kawasan ini yang dilhami citacita kemerdekaan politik muncul terutama dari orang-orag terdidik dalam sistem pendidikan kolonial. Mereka mulai membuka mata atas kondisi lndonesia yang terjajah dan tertindas mendorong lahirnya organisasi-organisasi sosial, seperti Budi Utomo,Taman Siswa, Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon dan lain sebagainya.
Bersamaan dengan lahirnya organisasi sosial itu, kebangkitan lslam juga semakin berkembang, dan membentuk organisasi sosial keagamaan pula, seperti Sarekat Dagang lslam (SDI) di Bogor 1909 dan Solo 1911, perserikatan Ulama’ di Majalengka, Jawa Barat 1911, Muhammadiyah di Yogyakarta 1912, Prsatuan lslam (Persis) di Bandung 1920, Nahdhatul Ulama (NU) di Surabaya 1926 dan Partai politik seperti Sarekat lslam (SI) yang merupakan kelanjutan dari SDI dan Partai lslam lndonesia (PII) pada tahun 1938. lndonesia merebut kemerdekaaan tahun 1945 dari Belanda. Namun tetap meninggalkan kompromi, yakni mengadopsi model demokrasi parlementer Belanda yang menimbulkan pemberontakan, Presiden Soekarno melihat sistem politik yang selama ni dijalankan harus dirubah menjadi demokrasi terpimpin. Perubahan ini diharapkan bisa menyatukan kelompok-kelompok nasionalis, agama dan komunis.
Di semenanjung Malaya, Federasi Malaya yang terdiri dari sembilan negara berdaulat Malaya, Penang, dan Malaka berdiri sebagai negara Merdeka tahun 1957. Undang-undang baru memberlakukan sistem politik demokrasi liberal sebagaimana di lnggris. Tahun 1963 bersama dengan negeri Sabah dan Serawak di Kalimantan Utara, dan Singapura, Federasi Malaysia terbentuk, karena perbedaan politik yang amat serius, Singapura memisahkan diri dari Malaysia Tahun 1965 dan menjadi Republik yang merdeka penuh dengan bentuk pemerintahan parlementer seperti lnggris. Namun sebagian besar partai politik di Malaysia masih diorganisir secara komunal, karena bagaimanapun faktor etnik tetap berperan penting dalam percaturan politik. Kepentingan kaum Muslim di wakili dalam sejumlah partai politik, yaitu United Malaya National Organisation (UMNO), dan Partai lslam (PAS), yang merupakan partai oposisi.
Brunei, yang menolak bergabung dengan Malaysia, memperoleh kemerdekaan penuh pada 1 Januari 1984. sistem politik tradisional diberlakukan kembali dalam bentuk modern yang keluarga Raja sebagai pemegang kepemimpinan kerajaan yang bernama Negara Brunei Darussalam. Dominasi keluarga kerajaan di bidang pemerintahan dan tidak adanya demokrasi politik memang Pemeritah memberlakukan kebijaksanaan di bidang agama dan kebijaksanaan umum lainnya tanpa banyak kesulitan.
Kedaulatan di Republik Philipina dipulihkan pada 4 Juli 1946, didasarkan pada undang-undang tahun 1935, yang kemudian mengadopsi model sistem pemerintahan demokrasi Amerika. Namun Burma, di pihak lain mencapai kemerdekaannya dari Inggris tahun 1948 dan melaksanakan sistem politik demokrasi liberal hingga Maret 1962 sebelum terjadi kudeta militer yang mengakhirinya. Sejak itu Burma berada di bawah pemerintahan Militer yang mencoba menjalankan kekuasaan lewat program partai sosialis Burma (BSPP; Burma Sosialis Programne Party), satu-satunya partai politik yang hidup. Tahun 1974, sebuah konstitusi baru di berlakukan dan Burma di beri nama Republik Sosialis Persatuan Burma (Sosialist Republik of The Union Burma).
Muangthai tidak pernah dijajah secara langsung, namun tahun 1932, banyak terjadi perkembangan struktural ketika Monarki absolut digantikan dengan monarki konstitusional. Politik Muangthai di zaman konstitusional di tandai oleh Berkali-kali dalam politik yang partisipatif, disebabkan birokrasi, manipulasi dan intervensi kelompok militer. Kemerdekaannya dipulihkan kembali oleh Prancis tahun 1953 dan berdiri sebagai kerajaan Kamboja hingga tahun 1970, ketika kudeta setelah di ganti menjadi Republik sedangkan dari jumlah pemeluknya, Islam adalah agama kedua yang cukup penting di Muangtahi. Sehingga di bidang politik, persoalan masyarakat Muslin melayu yang ingin memisahkan diri sangat meresahkan kerajaan. Gerakan pemberontakan kaum Separatis Melayu Muslim melahirkan sejumlah organisasi seperti Pattani United Liberation Organisation (PULO), Barisan Nasional Pembebasan Partai (BNPP), Barisan Revolusi Nasional.
Fenomena politik yang terlalu menekankan pertimbangan ekonomi yang konsekwensinya menjadi sangat tergantung pada bantuan luar dan modal asing memotori munculnya reaksi positif dari kelompok-kelomok intelektual dan Mahasiswa dengan membentuk LSM atau organisasi Volunteer non-pemerintahan (POV’S) yang sama-sama mendukung dan mempromosikan peran masyarakat yang didasarkan pada gerakan swadaya pada tingkat akar rumput (grass roots) dengan tiga prinsip utama: partisipasi, otonomi dan swadaya. Peran organisasi-organisasi ini relatif independen yang kemungkinan karena dukungan LSM atau POV’S Internasional.
0 comments:
Posting Komentar